Log in to access resources reserved for MDRT members.

Panduan media sosial MDRT
Panduan media sosial MDRT

Nov 01 2023 / Round the Table Magazine

Panduan media sosial MDRT

Anjuran, pantangan, dan info praktis lainnya tentang penggunaan media sosial di praktik Anda.

Topik bahasan

Dulu, semua interaksi dengan nasabah terjadi secara tatap muka atau lewat telepon. Jelas, masa-masa itu telah berlalu dan takkan kembali. Kabar baiknya, media sosial dapat menjadi wahana besar untuk menjangkau nasabah dan prospek dengan aneka cara baru.

Di berbagai platform, Anda bisa menyetel pendekatan agar serasi dengan brand dan layanan Anda sebagai penasihat, serta pasar sasaran yang ingin dijangkau. Kemungkinannya amat beragam dan Anda perlu memilih yang paling efektif.

Temukan cara untuk memaksimalkan manfaat media sosial di praktik Anda pada nukilan panduan media sosial MDRT ini. Baca versi lengkapnya, dengan tips dan saran tentang konten dan cara efektif menggunakan aneka platformnya, di mdrt.org/social-media-guide.

Alasan penasihat perlu bermedia sosial

Sebelum membahas jamaknya potensi media sosial, mari tinjau sekelumit alasan media sosial dapat berguna bagi Anda:

  • Membangun komunitas sendiri yang ingin dimasuki prospek yang sudah percaya
  • Mencipta ekosistem di basis nasabah sendiri guna meningkatkan loyalitas dan memberikan manfaat yang melampaui jasa keuangan
  • Menunjukkan kepribadian sebagai amplifikasi layanan dan diferensiasi praktik jasa
  • Mengonversi prospek biasa menjadi nasabah setia
  • Hadir sebagai pribadi teristimewa dan paling autentik untuk menarik nasabah ideal
  • Mengaryakan daya koneksi tak terbatas untuk merambah pasar baru
  • Mengedukasi khalayak luas, bukan orang per orang
  • Memasarkan diri dengan biaya yang jauh lebih ringan dari iklan biasa
  • Tetap diingat nasabah kendati tidak berinteraksi langsung dengan mereka

Ketahui dasar agar tidak tersasar

Menyoal media sosial untuk penasihat, ada satu fakta universal yang perlu disadari: beda platform, beda pula audiens dan kontennya. Tidak bisa dipukul rata; tidak bisa tinggal salin rekat satu konten ke semua wilayah media sosial lainnya.

Maka, kenali perbedaan tiap-tiap platform untuk memahami bagaimana, misalnya, orang paling efektif berinteraksi dengan materi di Facebook, LinkedIn, X (nama baru Twitter), dan TikTok.

Beda nasabah, beda pula caranya menemukan Anda, tergantung apa dan di mana konten Anda posting. Selain itu, pesan Anda haruslah serasi dengan calon audiensnya. Audiens bisa belajar apa dari Anda? Apa yang ingin mereka ketahui dan sesering apa konten Anda sampaikan?

Sementara itu, jangan berasumsi tentang siapa yang ada di ruang digital. Studi mungkin mengindikasikan kecende-rungan penggunaan media sosial tertentu oleh milenial dan Gen Z (yang membuka peluang edukasi dengan cara-cara baru), tapi tidak berarti semua orang yang melihat konten Anda berusia di bawah 40. Para pengguna media sosial mungkin tertarik untuk membuka polis asuransi pertamanya, tabungan kuliah, tabungan pensiun, dan semua rencana lain di sepanjang spektrum perencanaan keuangan.

Selain itu, utamakan kejujuran. Lebih baik mendatangkan pakarnya daripada berlagak ahli untuk hal yang tidak dikuasai. Media sosial adalah tempat Anda bisa memantik diskusi. Itu berarti, selain memposting konten sendiri (dan menanggapi komentarnya), Anda juga perlu bertanya, menyukai, dan mengomentari konten dari jaringan Anda. Tak ubahnya percakapan di dunia nyata, alangkah lebih baik jika kita tulus ingin berdinamika daripada mengejar penjualan.

Seperti inisiatif lain mana pun, pastikan Anda memahami semua regulasi dan pedoman kepatuhan terkait sebelum terjun ke media sosial. Seringnya, departemen kepatuhan mensyaratkan tinjauan ekstensif atas materi yang diunggah. Pastikan pula tidak ada materi sensitif di internet yang bisa dikaitkan ke diri Anda.

Anjuran

Kenali jati diri. Termasuk di dalamnya, rancang brand untuk akun-akun media sosial Anda dan gaya komunikasinya. Pastikan foto, logo, skema warna, nada tulisan, dan semua detail lain yang membentuk cara pandang orang atas diri Anda telah ditimbang dan dieksekusi dengan matang di semua platform, agar nasabah melihat Anda sebagai tenaga profesional di mana pun Anda ditemukannya. Kenali jati diri juga berarti memahami tujuan dasar melakukan ini semua. Apakah untuk mendapatkan calon prospek? Membangun kesadaran brand? Meningkatkan traffic ke situs web? Penasihat tahu arti penting tujuan dasar, dan prinsip ini juga berlaku untuk media sosial.

Rangkul personalisasi. Cerita tentang tim Anda, atau orang-orang di dalamnya, lebih mampu mengundang interaksi daripada informasi terkait bisnis. Sadari bahwa orang ingin tahu tentang orang lain. Karena itu, konten yang menyorot diri pribadi melalui informasi, gambar, atau lainnya sangat ampuh dalam menggalakkan interaksi dan relasi. Jika tertarik, Anda bahkan bisa meminta orang untuk memotret dan/atau memvideokan staf saat sedang bekerja, sehingga audiens merasa lebih dekat dengan pengalaman dilayani di kantor Anda.

Tekankan emosi. Cerita nyata bisa bantu kita menyampaikan konsep kepada nasabah. Demikian pula, cerita – dan rasa di baliknya – bisa efektif saat dituturkan via media sosial. Daripada memposting info produk atau mencoba berjualan, coba hadirkan cerita yang menunjukkan dampak dari produk tersebut. Orang akan mengingat perasaan digugah oleh cerita itu dan lebih bisa menghayati dampak dari, misalnya, perencanaan keuangan atau solusi lain yang Anda tawarkan.

Susun proses. Penasihat pasti tahu tentang manfaat perencanaan. Pada konteks media sosial, adanya rencana mingguan untuk menentukan topik yang diliput dan konten yang diproduksi akan membuat Anda konsisten dan dipandang andal. Jadwal penerbitan konten juga bisa mencipta proses efektif untuk menyampaikan materi dan mencocokkan frekuensi ideal di platform yang Anda pilih, yang biasanya berkisar dari satu hingga lima postingan per pekan per platform.

Pantangan

Lupa akan keragaman dunia. Media sosial diakses oleh beragam orang, di waktu yang jamak pula. Terkait strategi distribusi konten, pertimbangkan audiens sasaran, di mana mereka berada, dan kapan biasanya mereka melihat konten Anda.

Mengabaikan pengalaman lampau. Ada banyak kesempatan belajar dalam proses bermedia sosial. Kita bahkan dianjurkan untuk menilik kembali postingan lama yang meraih respons bagus dan memposting konten itu lagi. Lagi pula, jika diposting beberapa tahun lalu, konten itu mungkin belum terlihat koneksi kita yang baru. Maka, ada kemungkinan kesuksesannya bisa diulang.

Melewatkan detail. Selain typo dan unsur visual lain yang menimbulkan tak profesional, perhatikan juga apa yang Anda lakukan dengan akun yang mana. Jika Anda menggunakan akun bisnis dan mengeklik “like” pada konten yang niatnya Anda respons dengan akun pribadi, publik akan melihatnya dan mungkin kesannya jadi kurang baik.

Mengharap hasil instan. Kehadiran di media sosial tidak terjadi dalam sekejap. Konsistensi dan kesabaran membuahkan dampak dan keberlanjutan. Menentukan definisi sukses, menetapkan tujuan, dan membandingkan kinerja dengan ekspektasi serta sasaran akan membantu Anda tetap fokus pada proses dan hasilnya.

Konten untuk diposting

Perlu ide? Untuk saran dan topik yang bisa diposting, lihat laman mdrt.org/what-to-post.

Lain platform, lain pula pendekatannya

Yang ampuh di Facebook belum tentu manjur di Instagram atau TikTok. Mau info lengkap soal konten mana yang pas di platform dan audiens yang mana? Lihat mdrt.org/approaches-for-different-platforms.

Pertimbangan lainnya

Kreasi dan distribusi konten media sosial baiknya dikelola sendiri atau didelegasikan? Bolehkah memposting hal-hal berbau pribadi? Bisakah pertemuan jadi efisien dengan riset nasabah di media sosial? Selengkapnya di mdrt.org/other-questions-to-consider.